Minggu, 19 Februari 2012

Belajar, Pengajaran, dan Pembelajaran


“Belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan.” 
(Peter Kline, The Everyday Genius)

Belajar merupakan kata yang tidak asing bagi semua orang. Belajar diharapkan tidak hanya menjadi sebuah kewajiban, namun selayaknya menjadi kebutuhan setiap orang. Yang menjadi pertanyaan utama, apa sebenernya yang dimaksud dengan belajar itu? Azhar Arsyad (2003:1) memberikan pengertian belajar sebagai sesuatu yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Sedangkan Gagne memberikan pengertian yang berbeda, seperti yang dikutip Ratna Wilis Dahar (1996:11) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar menjadi kata yang terlihat sederhana dan seperti mudah untuk diucapkan, tetapi lebih jauh dari itu belajar bukan hanya sebuah kata, melainkan sesuatu yang harus diaplikasikan dalam tindakan nyata.
Ratna Wilis Dahar (1996:11) mencoba menguraikan komponen-komponen yang terdapat di dalam belajar, sehingga bila dikaji kembali definisi ini menjadi sangat bermakna,  komponen belajar tersebut adalah sebagai berikut:
a.   Perubahan Perilaku
Belajar yang disimpulkan, terjadi apabila perilaku suatu organisma termasuk manusia, mengalami perubahan. Dalam hal ini yang menjadi perhatian utama adalah perilaku verbal dari manusia.
b.  Belajar dan pengalaman
Komponen yang kedua ini diungkapkan “sebagai suatu hasil pengalaman“. Belajar dengan istilah ini menekankan pada pengalaman, dimana pengalaman.

Pengajaran adalah susunan informasi dan lingkungan untuk memfasilitasi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud disini adalah bukan hanya tempat dimana pengajaran berlangsung, tetapi juga metode, media, dan peralatan yang dibutuhkan untuk menyampaikan informasi.
Sedangkan pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru ada saat seseorang individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Pembelaran lebih mengetekankkann hhubungan interaksi dua arah antara peserta belajar dan guru. Pembelajaran memiliki berbagai macam metode dalam membangun interaksi dengan siswa. Namun menurut Paul Suparno, dkk (2002 : 47) tidak ada satupun metode pembelajaran yang paling baik bila dibandingkan dengan yang lainnya. Masing-masing memiliki kelemahan dan keunggulan. Metode pembelajaran yang membantu siswa untuk melakukan kegiatan, pada akhirnya akan dapat mengkontruksi pengetahuan yang mereka pelajari. Ada beberapa metode yang cukup efektif yang dapat mengaktifkan siswa, yaitu metode penemuan dengan penekanan pada kerangka berfikir metode ilmiah.
Siswa akan menyenangi belajar bila belajar itu dia dapatkan sendiri. Belajar dari hasil mencari dan membangun pengetahuan sendiri akan memberikan pengalaman langsung pada siswa dan siswa akan menjadi lebih tertarik serta lebih mudah mengingat apa yang dipelajari. Pembelajaran dengan metode ini akan lebih menarik buat siswa.

*Sumber Bacaan:
Azhar Arsyad, 4. (2003). Media Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers
C.Asri Budiningsih. (2003). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta
Paul Suparno,SJ, dkk. (2002). Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta : Kanisius
 Ratna Wilis D. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga
W. Gulo. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :  Grasindo
 

Teori Belajar Sosiokultur (Lev Vygotsky)


Teori belajar sosiokultur atau yang juga dikenal sebagai teori belajar ko-kontruktivistik merupakan teori belajar yang titik tekan utamanya adalah pada bagaimana seseorang belajar dengan bantuan orang lain dalam suatu zona keterbatasan dirinya yaitu Zona Proksimal Development (ZPD) atau Zona Perkembangan Proksimal dan mediasi. Di mana anak dalam perkembangannya membutuhkan orang lain untuk memahami sesuatu dan memecahkan masalah yang dihadapinya
Teori yang juga disebut sebagai teori konstruksi sosial ini menekankan bahwa intelegensi manusia berasal dari masyarakat, lingkungan dan budayanya. Teori ini juga menegaskan bahwa perolehan kognitif individu terjadi pertama kali melalui interpersonal (interaksi dengan lingkungan sosial) intrapersonal (internalisasi yang terjadi dalam diri sendiri). 
Vygotsky berpendapat bahwa menggunakan alat berfikir akan menyebabkan terjadinya perkembangan kognitif dalam diri seseorang. Yuliani (2005: 44) secara spesifik menyimpulkan bahwa kegunaan alat berfikir menurut Vygotsky adalah :
1.      Membantu memecahkan masalah
Alat berfikir mampu membuat seseorang untuk memecahkan masalahnya. Kerangka berfikir yang terbentuklah yang mampu menentukan keputusan yang diambil oleh seseorang untuk menyelesaikan permasalahan hidupnya.
2.      Memudahkan dalam melakukan tindakan
Vygotsky berpendapat bahwa alat berfikirlah yang mampu membuat seseorang mampu memilih tindakan atau perbuatan yang seefektif dan seefisien mungkin untuk mencapai tujuan.
3.      Memperluas kemampuan
Melalui alat berfikir setiap individu mampu memperluas wawasan berfikir dengan berbagai aktivitas untuk mencari dan menemukan pengetahuan yang ada di sekitarnya.
4.      Melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitas alaminya.
Semakin banyak stimulus yang diperoleh maka seseorang akan semakin intens menggunakan alat berfikirnya dan dia akan mampu melakukan sesuatu sesuai dengan kapasitasnya.

Inti dari teori belajar sosiokultur ini adalah penggunaan alat berfikir seseorang yang tidak dapat dilepaskan dari pengaruh lingkungan sosial budayanya. Lingkungan sosial budaya akan menyebabkan semakin kompleksnya kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu. 

Berdasarkan teori Vygotsky Yuliani (2005: 46) menyimpulkan beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran, yaitu :
1.        Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang.
2.        Pembelajaran perlu dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya dari pada perkembangan aktualnya.
3.        Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramentalnya.
4.        Anak diberikan kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah
5.        Proses Belajar dan pembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan ko-konstruksi

        Pada penerapan pembelajaran dengan teori belajar sosiokultur, guru berfungsi sebagai motivator yang memberikan rangsangan agar siswa aktif dan memiliki gairah untuk berfikir, fasilitator, yang membantu menunjukkan jalan keluar bila siswa menemukan hambatan dalam proses berfikir, menejer yang mengelola sumber belajar, serta sebagai rewarder yang memberikan penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa, sehingga mampu meningkatkan motivasi yang lebih tinggi dari dalam diri siswa. Pada intinya, siswalah yang dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri untuk membangun ilmu pengetahuan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori belajar sosiokultur, proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran individu melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Dalam hal ini, tidak ada perwujudan dari suatu kenyataan yang dapat dianggap lebih baik atau benar. Vygotsky percaya bahwa beragam perwujudan dari kenyataan digunakan untuk beragam tujuan dalam konteks yang berbeda-beda. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari aktivitas di mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana makna diciptakan, serta dari komunitas budaya di mana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Melalui aktivitas,  interaksi sosial, tersebut penciptaan makna terjadi.

*Sumber Bacaan:
Asri Budiningsih. (2003). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta.
H.A.R. Tilaar. (2002). Pendidikan Kebudayaan dan masyarakat Madani Indonesia. Bandung : PT. Remaja Rosda Karya.
Moll, Luis C. (1993). Vygotsky & Education Instructional Implications and Applications of Sociohistorical Psychology. Australia : Cambridge University Press.
Yuliani Nurani Sujiono, dkk. III. (2005). Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta : Pusat Penerbitan Universitas Terbuka