Kamis, 08 Maret 2012

Pentingnya Pendidikan bagi Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini (Early Childhood Education) merupakan bidang ilmu yang relatif baru. Bila sebelumnya anak didik berdasarkan pemahaman orang dewasa saja bagaimana cara memperlakukan anak dan apa yang terbaik bagi anak, saat ini setelah berkembang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), diharapkan anak dapat diperlakukan sesuai dengan kebutuhan perkembangannya sehingga anak tumbuh sehat jasmani dan rohani. Anak pun dapat diperhatikan secara lebih komprehensif.
Pembelajaran anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, orang tua, atau orang dewasa lainnya dalam suatu lingkungan untuk mencapai tugas perkembangan. Interaksi yang dibangun tersebut merupakan faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini disebabkan interaksi tersebut mencerminkan suatu hubungan di antara anak akan memperoleh pengalaman yang bermakna, sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan lancar. Vygotsky berpendapat bahan pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Greeberg (Isjoni : www.isjoni.net) melukiskan bahwa pembelajaran dapat efektif jika anak dapat belajar melalui bekerja, bermain dan hidup bersama dengan lingkungannya.
Pembelajaran untuk anak usia dini bukan berarti anak harus disekolahkan pada umur yang belum seharusnya, dipaksa untuk mengikuti pelajaran yang akhirnya justru membuat anak menjadi terbebani dalam mencapai tugas perkembangannya. Pembelajaran untuk anak usia dini pada dasarnya adalah pembelajaran yang kita berikan pada anak agar anak dapat berkembang secara wajar.
Pada hakikatnya anak belajar sambil bermain, oleh karena itu pembelajaran pada pada anak usia dini pada dasarnya adalah bermain. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif dalam melakukan berbagai ekplorasi terhadap lingkungannya, maka aktivitas bermain merupakan bagian dari proses pembelajaran. Untuk itu pembelajaran pada usia dini harus dirancang agar anak merasa tidak terbebani dalam mencapai tugas perkembangnya. Proses pembelajaran yang dilakukan harus berangkat dari yang dimiliki anak. Setiap anak membawa seluruh pengetahuan yang dimilikinya terhadap pengalaman-pengalaman baru.
Banyak aspek-aspek perkembangan Anak Usia Dini AUD. Secara Internasional Nasional Assosiation in Education for Young Children (NAEYC) (Dewi dan Eveline, 2004 :351-356) mengungkapkan sebenarnya aspek-aspek perkembangan AUD adalah :
a)      Perkembangan Fisik, baik motorik halus maupun motorik kasar
Yang termasuk motorik halus dalam hal ini adalah gerakan tangan dan yang termasuk dalam motorik kasar adalah gerakan si anak saat naik-turun tangga ataupun memanjat.
b)      Perkembangan emosional dan sosial
Emosional dalam hal ini menyangkut segala sesuatu yang berhubungan dengan perasaan si anak, baik itu perasaan, sedih, senang, kesal, gembira, dll. Sedangkan perkembangan sosial dalam hal ini adalah interaksi si anak dengan lingkungan, terutama orang-orang yang ada di sekitar si anak.
c)      Perkembangan kognitif/intelektual
Perkembangan kognitif di sini contohnya adalah perkembangan kemampuan si anak untuk menggunakan bahasa.

Anak usia dini belajar dengan caranya sendiri, namun sering kali guru dan orang tua mengajarkan anak sesuai dengan pemikiran orang dewasa. Akibatnya, apa yang diajarkan kepada anak sulit untuk diterima. Gejala ini dapat dilihat dari banyaknya hal yang disukai oleh anak, namun menjadi larangan oleh orang tua, sebaliknya hal yang disukai orang tua banyak yang tidak disukai anak. Oleh sebab itu, orang tua sangat perlu untuk memahami hakikat dari perkembangan anak.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka pembelajaran yang paling tepat bagi anak usia dini adalah pembelajaran yang menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga anak merasa pembelajaran tersebut menyenangkan, gembira dan demokratis, sehingga menarik perhatian anak untuk terlibat dalam pembelajaran.

*Sumber Bacaan:
Dewi Salma & Eveline Siregar. (2004). Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Prenada Media bekerjasama dengan Universitas Negeri Jakarta.

Isjoni. (2006). Model Pembelajaran yang Efektif bagi Pendidikan Anak Usia Dini. www.isjoni.net/web/content/view/44/4/-44k-Tembolok-Laman sejenis
Moll, Luis C. (1993). Vygotsky & Educational Instructional Implications and Aplications of Sociohistorical Psychology. Australia : CambridgeUniversity Press.
Slamet Suyanto. (2003). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.



Minggu, 19 Februari 2012

Belajar, Pengajaran, dan Pembelajaran


“Belajar akan efektif jika dilakukan dalam suasana menyenangkan.” 
(Peter Kline, The Everyday Genius)

Belajar merupakan kata yang tidak asing bagi semua orang. Belajar diharapkan tidak hanya menjadi sebuah kewajiban, namun selayaknya menjadi kebutuhan setiap orang. Yang menjadi pertanyaan utama, apa sebenernya yang dimaksud dengan belajar itu? Azhar Arsyad (2003:1) memberikan pengertian belajar sebagai sesuatu yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Sedangkan Gagne memberikan pengertian yang berbeda, seperti yang dikutip Ratna Wilis Dahar (1996:11) belajar didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar menjadi kata yang terlihat sederhana dan seperti mudah untuk diucapkan, tetapi lebih jauh dari itu belajar bukan hanya sebuah kata, melainkan sesuatu yang harus diaplikasikan dalam tindakan nyata.
Ratna Wilis Dahar (1996:11) mencoba menguraikan komponen-komponen yang terdapat di dalam belajar, sehingga bila dikaji kembali definisi ini menjadi sangat bermakna,  komponen belajar tersebut adalah sebagai berikut:
a.   Perubahan Perilaku
Belajar yang disimpulkan, terjadi apabila perilaku suatu organisma termasuk manusia, mengalami perubahan. Dalam hal ini yang menjadi perhatian utama adalah perilaku verbal dari manusia.
b.  Belajar dan pengalaman
Komponen yang kedua ini diungkapkan “sebagai suatu hasil pengalaman“. Belajar dengan istilah ini menekankan pada pengalaman, dimana pengalaman.

Pengajaran adalah susunan informasi dan lingkungan untuk memfasilitasi pembelajaran. Lingkungan yang dimaksud disini adalah bukan hanya tempat dimana pengajaran berlangsung, tetapi juga metode, media, dan peralatan yang dibutuhkan untuk menyampaikan informasi.
Sedangkan pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan, keterampilan, atau sikap baru ada saat seseorang individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Pembelaran lebih mengetekankkann hhubungan interaksi dua arah antara peserta belajar dan guru. Pembelajaran memiliki berbagai macam metode dalam membangun interaksi dengan siswa. Namun menurut Paul Suparno, dkk (2002 : 47) tidak ada satupun metode pembelajaran yang paling baik bila dibandingkan dengan yang lainnya. Masing-masing memiliki kelemahan dan keunggulan. Metode pembelajaran yang membantu siswa untuk melakukan kegiatan, pada akhirnya akan dapat mengkontruksi pengetahuan yang mereka pelajari. Ada beberapa metode yang cukup efektif yang dapat mengaktifkan siswa, yaitu metode penemuan dengan penekanan pada kerangka berfikir metode ilmiah.
Siswa akan menyenangi belajar bila belajar itu dia dapatkan sendiri. Belajar dari hasil mencari dan membangun pengetahuan sendiri akan memberikan pengalaman langsung pada siswa dan siswa akan menjadi lebih tertarik serta lebih mudah mengingat apa yang dipelajari. Pembelajaran dengan metode ini akan lebih menarik buat siswa.

*Sumber Bacaan:
Azhar Arsyad, 4. (2003). Media Pembelajaran. Jakarta : Rajawali Pers
C.Asri Budiningsih. (2003). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta
Paul Suparno,SJ, dkk. (2002). Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi. Yogyakarta : Kanisius
 Ratna Wilis D. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta : Erlangga
W. Gulo. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :  Grasindo